Minggu, 18 Mei 2008

Sukidjan, Catatan Kelam Pembebasan Lahan PLTU Sluke...


(KETELA REBUS : Warga pemilik tanah yang kini dibangun proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menyantap ketela rebus seusai memperingati tujuh hari meninggalnya Sukidjan. SM/Mulyanto Ari Wibowo)



Wiliam Shakespeare, pujangga Inggris itu boleh saja menyatakan apalah arti sebuah nama. Namun bagi Suyono (34), warga RT 02/III Desa Leran Kecamatan Sluke, nama tetaplah mengandung arti yang mendalam. Cobalah tanyakan nama Sukidjan pada Suyono. Serta merta dua bola mata bapak dua anak ini akan berkaca-kaca, pertanda nama Sukidjan memiliki arti yang mendalam dalam diri Suyono. ''Sukidjan adalah nama bapak saya,'' katanya lirih.
Pria yang kini berdomisili di Desa Trahan ini menuturkan sudah puluhan tahun bapaknya memiliki lahan seluas 2.077 m2. Kalau musim hujan sedang bagus, lahan itu ditanami padi. Namun saat musim kemarau datang, lahan itu ditanami dengan jagung dan ketela. ''Hasil dari bercocok tanam itu digunakan untuk menghidupi empat orang anaknya. Hasil dari bercocok tanam memang tidak pernah melimpah. Namun cukup untuk kami sekeluarga,'' terangnya.
Sekitar setahun yang lalu, tanah satu-satunya milik Sukidjan itu ternyata masuk ke dalam rencana lahan yang dibebaskan untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sluke. Sukidjan yang berumur 53 tahun itu tidak mau melepaskan lahannya yang hanya dihargai Rp 40.000/m2.
''Saat itu, bapak berpikiran uang bisa cepat habis dibelanjakan. Sedangkan lahan garapan bisa dipakai untuk mencukupi kebutuhan hingga anak cucu. Sehingga bapak tidak setuju lahannya digantirugi dengan uang Rp 40.000/m2,'' tutur Suyono.
Meninggal Dunia
Meski tidak mau menerima ganti rugi, namun pihak proyek PLTU tetap saja mencaplok lahan milik Sukidjan itu. Bahkan, tanah milik Sukidjan itu adalah lahan pertama yang didirikan bangunan proyek PLTU. ''Bapak merasa tanahnya telah dirampas paksa. Setelah lahannya hilang, bapak yang tidak punya pekerjaan lagi sering terlihat melamun. Bapak juga sering sakit-sakitan hingga beberapa kali masuk puskesmas dan rumah sakit,'' ujarnya.
Tujuh hari yang lalu, Sukidjan akhirnya meninggal dunia setelah sempat tergolek sakit selama beberapa hari. Tak urung, kepergian Sukidjan menghadap Yang Kuasa itu menimbulkan bekas yang sangat mendalam bagi keluarga serta handai taulan sesama pemilik lahan yang belum menyetujui ganti rugi Rp 40.000/m2. ''Pak Sukidjan adalah salah satu warga yang gigih memperjuangkan tanahnya. Beberapa kali dia sempat tidur di tenda untuk menuntut hak atas tanahnya,'' tutur Ngalimun, salah satu teman dekat Sukidjan.
Sukidjan adalah satu dari sekian lembaran buram pembebasan tanah proyek PLTU. Kematian Sukidjan yang mengenaskan itu, kata Sub Komisi Pemantauan dan Penyidikan Komisi Nasional (Komnas) Hak Asazi Manusia ( HAM), Johny Nelson Simanjuntak menjadi salah satu catatan yang dikumpulkannya untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM pada pembebasan lahan PLTU Sluke. (Suara Merdeka, Suara Muria 16 April 2008)

Tidak ada komentar: