Kamis, 22 Mei 2008

''Memperingati Kebangkitan Nasional Dengan Amarah''



PERFORMANCE ART : Dj PoP tengah membawakan performance art berjudul ''Pembangkangan Massal Sekarang'' pada Refleksi 100 tahun Kebangkitan Nasional yang digagas oleh Teater Pesisir Rembang Selasa (20/5) malam. ()


Father...? Yes son. I want to kill you! . Sepenggal lirik lagu The End karya The Doors yang dibalut dengan musik techno itu berdentum berulang layaknya bunyi senapan mesin. Seiring bebunyian yang terkesan berisik itu, Dj. PoP mulai beraksi.
Tubuh pemuda yang memiliki nama asli Baskoro itu menari-nari dibalut pancaran sinar proyektor yang silih berganti menayangkan berbagai potongan film karya Andi Warhol, film dokumenter perang dan berbagai foto sosok manusia dalam keterpurukannya.
Selama menari, mulut penyair kelahiran Rembang itu melantunkan syair puisi ''Pembangkangan Massal Sekarang'' dengan suara cepat mirip orang meracau. '' Harga BBM naik. Rakyat tercekik. Naik motor gede. Mengobarkan nasionalisme. Bangsat! Rumah Kartini diinjak-injak sepatu boot. Apa kabarmu Rembang? Masihkah korupsi'' ujar dia.
Tak urung penampilan pemuda yang pernah beberapa tahun menghabiskan waktunya di Jogjakarta itu membuat seratusan penonton yang hadir di depan pendopo aula rumah dinas wakil bupati Rembang pada Selasa malam itu terpekur. Penontonpun seolah ikut hanyut bersama kemarahan yang dilontarkan Dj PoP melalui syairnya yang cenderung menyumpah-nyumpah kondisi bangsa Indonesia yang tak juga bangkit dari keterpurukannya.
Marah
Namun Dj PoP bukan satu-satunya penampil yang ''marah'' dalam gelaran Refleksi 100 tahun Kebangkitan Nasional yang digagas oleh Teater Pesisir Rembang itu. Para penampil lainnya yaitu Forum Masyarakat Desa Leran Terahan Untuk Reformasi (FMLTR), komunitas punk Emosi Kuat, Skandal 45 serta penyair Khamim, N Hatta Maccaloe, Wawan, Tedjo, Ming-ming dan Alfis juga menyuarakan amarah terhadap kondisi bangsa melalui lirik-lirik syair yang dilantunkan dalam acara itu. ''Bukan bangsa Indonesia yang bangkit dalam 100 tahun ini. Justru keterpurukan, kesewenang-wenangan dan kedzaliman yang bangkit dari bangsa ini,'' keluh Khamim.
Arifin, pengiat Teater Pesisir mengutarakan tema kemarahan terhadap kondisi bangsa yang menjadi benang merah dalam acara Refleksi 100 tahun Kebangkitan Nasional itu bukanlah disengaja. Dia mengutarakan pihaknya membebaskan penampil untuk mengekspresikan diri melalui karyanya dalam acara itu. (Suara Merdeka-Suara Muria 22/05/08)

Tidak ada komentar: